Menapak Kaki di Kampung Adat Sasak Ende 2022

Pergi ke Pulau Lombok tak lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Kampung Adat Sasak Ende, selebihnya begitu yang saya dengarkan dari orang-orang yang tidak sengaja saya temui dalam perjalanan saya ke Pulau Lombok pada bulan Maret tahun ini. 

Lombok menjadi salah satu jujukan para wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Indonesia begitulah informasi yang saya ketahui, tiba di Lombok saya benar-benar merasa bahwa kita memang harus banyak-banyak bersyukur akan kuasa Tuhan yang menciptakan Lombok dengan secantik dan semenarik ini.

Melalui Kampung Adat Sasak Ende, saya jadi lebih paham arti keberagaman, setiap tempat memang memiliki keunikan dan pesonanya masing-masing begitu juga di Desa Ende yang terletak di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah ini.

Sesampainya di Lombok International Airport, Zainuddin Abdul Madjid saya langsung makan siang terlebih dahulu. Sate Bulayak menjadi pilihan saya menikmati siang kali ini dengan perut yang sudah keroncongan dan merengek minta diberi makan ini.

Selepas makan siang barulah perjalanan saya teruskan di Kampung Adat Sasak Ende, lokasinya 15 menit dari Bandar Udara Internasional Lombok. Disini saya dan beberapa teman didampingi oleh tur guide lokal yang memandu kami selama mengunjungi desa adat Ende. Disini terdapat sekitar 38 rumah adat yang bisa dikunjungi oleh para wisatawan. Rumah adat disini terbuat dari kayu dan bambu, sedangkan atapnya dibuat dari anyaman alang-alang dan uniknya rumah adat disini diyakini bisa bertahan antara 80 hingga 100 tahunan. Angka yang fantastis bukan, karena bahan-bahan sederhana yang bisa diperoleh di sekitar kita ini bisa menjadi tempat bernaung selama puluhan hingga ratusan tahun oleh masyarakat Desa Ende ini.

Tentunya selama perjalanan, saya tidak bisa berhenti berdecak kagum.

Bangunan rumah adat tersebut berjejer rapi dan nampak sederhana, atap rumahnya juga dibuat lebih pendek. Usut punya usut, terdapat filosofi mengapa atap rumah disini dibuat lebih pendek, hal tersebut karena para tamu yang masuk diharapkan menundukan kepala dan badan atau setiap tamu harus memberi hormat kepada sang pemilik rumah.

Selain itu, menurut penjelasan tur guide lokal disini, Ende bukanlah nama sebuah desa, melainkan kampung yang dihuni oleh puluhan kepala keluarga dari suku sasak dan disebut sebagai Desa Wisata Ende. 

Kedatangan kami di Desa Ende disambut dengan Tari Peresean, dimana ada dua orang lelaki yang menggunakan tameng dan senjata rotan dengan iringan musik gamelan khas suku sasak saling pukul hingga salah satu diantara mereka kalah. Tari ini merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ende untuk memanggil hujan. 

Lebih dari itu, kami juga bertemu dengan anak-anak dari Desa Ende ini yang menyapa kami dengan ramah dan menyejukkan.


Dan hal menariknya, kami juga melihat secara langsung cara masyarakat mengepel lantai rumahnya menggunakan kotoran sapi ketika ubin mereka mulai retak. Mengepel dengan menggunakan kotoran sapi ini menurut warga sekitar dilakukan dalam rentang waktu satu bulan sekali. Penggunaan kotoran sapi oleh masyarakat di Desa Ende ini dipercaya dapat membuat lantai menjadi lebih kokoh dan tahan lama, serta ampuh untuk mengusir nyamuk.

Kotoran sapi yang digunakan pun harus didiamkan dulu selama beberapa hari dan dibiarkan sampai mengendap. Penggunaan kotoran sapi ini juga menjadi symbol kerja keras bagi masyarakat Desa Ende mengingat sapi merupakan salah satu harta kekayaan dan mata pencaharian masyarakat sekitar.

Selanjutnya, saya juga berkesempatan berbincang dengan salah satu nenek tua yang sedang menenun. Meskipun kulitnya sudah mulai keriput namun semangatnya patut diacungi jempol. Sembari menenun, tangannya dengan lihai juga menyemai daun sirih agar siap dikunyah dan tangannya kembali lihai memintal kapas menjadi benang hingga kain tenun khas Lombok ini.


Mereka juga masih menggunakan alat tradisional sehingga tidak heran jika prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan memiliki harga yang tinggi pula. Menurut saya sebanding dengan keunikan dan kesulitan proses pembuatannya, serta keunikan motifnya yang hanya bisa ditemui disini.

Disini saya juga menyempatkan mampir ke toko kain tenun yang berada di tengah desa dan membeli kain tenun untuk oleh-oleh keluarga dirumah. Harga yang ditawarkan untuk satu kain tenun pun beragam mulai dari Rp. 150 ribu hingga jutaan rupiah. Bagi wisatawan baik lokal hingga mancanegara, desa Ende sangat patut dikunjungi ketika berkunjung di Pulau Lombok.

Posting Komentar untuk "Menapak Kaki di Kampung Adat Sasak Ende 2022 "